Informations, Tips and Sharing,...

Wednesday 7 September 2016

Hakikat Arti Momen Kelulusan

[ Arak-arakan Wisuda 112 Jurusan Teknik Sistem Perkapalan, Fakultas Teknologi Kelautan ITS Surabaya, doc: eurekaTV ITS ]

Bapak, Ibu, Akhirnya Aku Memakai Toga....

Selamat dan sukses untuk seluruh sahabat yang sudah dan tidak lama lagi akan mengakhiri bangku perkuliahan dengan prosesi kelulusan, ya, prosesi pengukuhan wisuda. Pasti saat itu hati kita dipenuhi rasa puas dan bangga. Setelah bersusah payah mengikuti mata kuliah satu per satu, pergi ke kampus setiap pagi, tugas, praktikum, laporan, menghadapi skripsi, survey, sidang, revisi kini kita sampai pada momen yang begitu membahagiakan. Untuk pertama kalinya, kita memakai toga dan menambah deretan nama dengan gelar bidang tertentu.
Senangnya!

Tapi, yakinlah bahwa kita tidak cukup dengan berbahagia atas kelulusan ini. Ada hal-hal yang justru perlu kita renungkan. Ada hal yang patut direfleksikan agar langkah ke depan menjadi lebih penuh makna. Bahan refleksi yang dimaksud adalah cerita tentang perjuangan dua orang yang amat penting dalam hidup kita selama ini yaitu Bapak dan Ibu. Maka, kini saatnya kita untuk merenungkan hal-hal berikut ini.

Kita ingat, perjuangan Bapak Ibu, tidak mudah untuk menyekolahkanku sejak awal. Ingatlah beberapa tahun lalu, ketika kita baru saja melepaskan seragam putih abu-abu. Kita gelisah akan kuliah dimana setelah SMA. Bahkan tidak sedikit dari kita yang harus gagal beberapa kali sampai akhirnya diterima di kampus yang meluluskan kita ini. Siapa orang yang paling setia menemani kita di saat sulit tersebut?
Ya, siapa lagi kalau bukan orang tua.

Saat itu, kita mulai lega karena akhirnya diterima di kampus yang kita inginkan. Tapi orang tua menjawab hal tersebut dengan usaha yang lebih keras lagi. Mereka berjuang untuk mendapatkan dana yang tidak sedikit untuk membayar segala kebutuhan kita. Tidak ada yang lebih penting bagi orang tua kita saat itu selain mewujudkan kemauan kita untuk kuliah. Mungkin kita tidak tahu, apa yang dilakukan orang tua kita. Bisa jadi mereka meninggalkan urat malu dengan mengetuk pintu-pintu rumah tetangga, mengumpulkan uang pinjaman, berhutang ke sanak saudara.
Demi kita, putra putrinya…

Maka percayalah,
Perjuangan mereka benar-benar tidak mudah,
Bahkan sejak awal…
Bapak Ibu memilih untuk sedikit lebih irit di sana, demi putra putrinya.
Kita terkadang berbuat egois. Di sini, di perantauan, kita sering berbelanja, jalan-jalan, makan enak. Uang habis, kita minta ke orang tua. Tapi pernahkah kita berpikir, makan apa Bapak Ibu kita di rumah? Apakah mereka memiliki cukup uang untuk membeli lauk pauk esok hari? Yang kita tahu, mereka selalu bersedia mengirimkan uang setiap kali kita merengek kehabisan uang saku.

Padahal, sangat mungkin, orang tua kita memilih untuk prihatin di sana. Makan dan hidup lebih sederhana dari sebelumnya. Karena yang terpenting adalah kita berkecukupan di tanah rantau. Tapi terkadang kita menjadi anak yang tidak cukup tau diri dan justru terhanyut dalam kehidupan hedonisme di kota.
Astaga...

Maaf, beberapa kali aku melakukan kenakalan...
Ngaku, kamu pasti pernah bolos kuliah dengan alasan yang tidak jelas?. Saya pun pernah melakukannya. Saat itu saya tidak berpikir, betapa sedihnya Bapak dan Ibu di rumah ketika tahu bahwa anak yang mati-matian diperjuangkan kuliahnya ternyata tidak menjalankan kuliah dengan serius. Kita bahkan lebih banyak main daripada belajar. Lebih banyak menghabiskan waktu untuk nongkrong di cafe daripada membaca buku di perpustakaan.

Kita juga lebih banyak berpikir tentang pacar dari pada tugas. Kita kehilangan semangat kuliah setiap kali bertengkar dengan pacar. Saat itu kita lupa, ada Bapak dan Ibu yang terus berjuang mati-matian untuk membiayai kuliah kita saat ini. Ada Bapak Ibu yang berpikir bahwa kita sedang belajar keras di kampus. Betapa sedihnya mereka ketika tahu bahwa anaknya ternyata tidak seserius itu.

Bahkan Bapak Ibu membuatku tidak berjuang sendirian untuk menyelesaikan ini
Siapa bilang kita lulus atas usaha sendiri?
Salah!
Mungkin Bapak Ibu kita di kampung tidak mengerti tentang skripsi kita. Tapi, siapakah yang selalu mendoakan kita? Siapa yang berlama-lama tertunduk di atas sajadah untuk meminta kepadaNya agar melancarkan kita? Siapa yang rajin berpuasa untuk kelancaran kita? Siapa yang selalu siap memberikan telinganya untuk mendengarkan segala keluh kesah kita? Siapa yang selalu menyediakan tangan dan pundak untuk membesarkan hati kita dikala mulai putus asa?
Ya, orang tua.
Mereka membuat perjuangan kita lebih ringan. Mereka membuat kita tidak sendirian dalam berjuang.
Kini ku lulus, sebentar lagi, akan ku legakan Bapak dan Ibu dengan keberhasilanku.

Maka terakhir, berjanjilah pada diri sendiri untuk tidak mengecewakan segala yang telah diperjuangkan Bapak dan Ibu kita. Lihatlah, betapa kelopak mata mereka sudah mulai keriput. Mungkin itu adalah bukti betapa kita membuat mereka lelah. Bahagiakanlah mereka. Legakan mereka. Karena tidak ada yang lebih membahagiakan bagi orang tua selain melihat anaknya tumbuh sehat, menjadi orang yang sukses dan bermanfaat.

Sekali lagi, selamat!


Source:
IsiGood, Campuspedia,
Edited by Setya
Share:

1 comment:

  1. Selamat,....
    (can't wait)terutama wisudawan-wisudawati ITS 114 yang akan dikukuhkan pada sesi 1: 17&18 dan sesi 2: 24&25 September 2016

    ReplyDelete

setyamechy. Powered by Blogger.